Connect with us

Hukum

KAMARUDDIN SIMANJUNTAK: MINTA KAPOLDA UNTUK HENTIKAN KRIMINALISASI TERHADAP PEMBELI APARTEMEN YANG DIREKAYASA PAKUWON GRUP

Published

on

 Fokusindonesia.com, Gedung Wirausaha Lantai 3, Farida Law Office, Jakarta, Sabtu 7 Januari 2023 – Pembeli yang sudah melunasi kewajibannya sejak 11 tahun yang lalu, beritikad baik, dan mengikuti aturan hukum, bukannya mendapatkan hak-haknya justru malah dilaporkan ke Polda Metro Jaya (PMJ). Ike Farida selaku pembeli justru dilaporkan atas tuduhan sumpah palsu dan dijadikan tersangka. Pembeli tidak hanya ditindas oleh pihak pengembang, PT Elite Prima Hutama (PT EPH), namun juga oleh pihak kepolisian yang memproses dengan kilat laporan PT EPH terhadap Ike. Kejanggalan ini menimbulkan dugaan adanya keberpihakan PMJ kepada pengembang.
TUDUHAN TIDAK BENAR, NAMUN DIPROSES KILAT OLEH KEPOLISIAN
Ike Farida yang selama 11 tahun lamanva, tanpa henti memperjuangkan unit apartemen yang dibeli dan dibavar lunas sejak 30 Mei 2012 dari pengembang, PT Elite Prima Hutama (PT EPH), anak perusahaan PT Pakuwon Jati, Tbk.. Apartemen yang seharusnya menjadi haknva hingga kini tak kunjung didapathan. Hak jual beli baik secra de facto dan de pure sama sekali tidak didapatkannya. Justru malah ditindas dan diknminalisasikan oleh pihak pengembang. Sebclumnya, Ike melaporkan pihak PT EPH, Alexander Stetanus, Stetanus Ridwan, dan beberapa jajarannya atas dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan. Namun, kasusnya dihentikan secara kilat dan berakhir pada SP3 meshipun Alexander Stefanus telah ditetaphan sebagai tersangka. Penghentian kasus LP No LP/2621/X/2012/PM HY Ditreskrimum yang dilaporkan Ike sangat janggal dan menimbulkan dugaan kuat bahwa ada ketidakberesan dalam penanganan kasus ini.
Meski Ike telah memenangkan gugatan kepada PT EPH dalam tahap Peninjauan Kembali (PK) sebagaimana Putusan MA RI No. 53 PK/Pdt/ 2021, putusan tersebut dianggap sebagai angin berlalu saja karena PT EPH vang kalah justru melaporkan balik Ike ke Polda Metro Jaya atas tuduhan memberikan sumpah palsu dalam persidangan terkait penemuan bukti baru (novum). ‘Tuduhan sumpah palsu kepada Ike sama sekali tidak berdasar dan tidak didukung oleh bukti vang cukup. Fakta bahwa Ike tidak menemukan novum dan melakukan sumpah palsu sudah jelas buktinva. Ike sama sekali tidak pernah bersumpah di hadapan pengadilan sebagai penemu novum maupun memberikan perintah kepada kuasa hukumnya untuk melakukan sumpah palsu.
Penyidik pun juga salah mengartikan Pasal 242 KUHP vang dituduhkan kepada Ike. Pasal 242 KUHP umumnya digunakan sebagai tindak lanjut kekuasaan hakim sebagaimana ketentuan Pasal 174 KUHAP, adapun vang berwenang melakukan penilaian terhadap sumpah palsu adalah Hakim Ketua. Kepolisian sama sekali tidak berwenang untuk menentukan apakah sebuah sumpah itu palsu atau bukan. Pembuktian sumpah palsu harus sesuai dan melalui prosedur yang diatur dalam KUHAP.
Ike selaku pembeli vang sudah mengikuti hukum vang berlaku dan memenangkan berbagai putusan gugatan vang tinal dan mengikat semakin menegaskan bahwa dirinva lah yang tidak bersalah. Penetapan tersangka dan bahkan dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) adalah hal di luar nalar yang tidak bisa diterima sama sekali. Penetapan [ke sebagai DPO tidak lain hanva akal-akalan agar praperadilan vang sedang diajukan Ike atas Laporan Polisi kepada PT EPH atas dugaan penipuan dan penggelapan vang dihentikan PMJ ditolak Majelis Hakim. Mengingat berdasarkan SEMA No. 1 tahun 2018, DPO atau keluarganya vang mengajukan praperadilan wajib ditolak. Tak gentar melawan ketidakadilan, Ike meminta Perlindungan hukum dari Kemenkumham, DPR RI, Kompolnas, Ombudsman RI, Komnas 1AM, Komnas Perempuan, Indonesia Police Watch, hingga Presiden karena Hak Asasi Manusia untuk memiliki tempat tinggal. diperlakukan diskriminatif karena kawin dengan orang asing, dan hak Ike lainnya telah direnggut dari tangannya.
Dirjen Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM RI, Dr. Mualimin Abdi, S.H., M.H., demi keadilan dan kepastian hukum merekomendasikan Kapolda Metro Java, Injen. Pol. Fadil Imran untuk melakukan evaluasi guna menghentikan penyidikan laporan PT EPH yang menuduh Ike melakukan sumpah palsu. Rekomendasi ini muncul karena adanya Putusan PN Jaksel No. 119/ Pdt.Bth/2022/ PN.Jkt.Sel tanggal 3 Agustus 2022 yang menyatakan bahwa PT EPH adalah PELAWAN YANG TIDAK BENAR dan menolak perlawanan pelawan untuk seluruhnya.
Atas kriminalisasi yang dilakukan oleh POLDA METRO JAYA, Kamaruddin Simanjuntak dengan tegas membela dan memperjuangkan hak Ike, “Saya merasa terpanggil dan menaruh perhatian besar terhadap kasus ini. Bagaimana bisa lke dijadikan tersangka sumpah palsu dan memalsukan dokumen. Ike ini gak sumpah atau nyuruh orang lan sumpah di hadapan pengadilan. Sentua dokumen dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berkattan, jadt tidak ada dokumen yang salah apalagi palsu. Perjanjian kawin Ike yang dipermasalahhan ini sudah didaftarkan di KUA Kecamatan Makassar, Jakarta Timur, Kasus ini seperti cipta kondisi, seperti diada-adakan padahal tidak ada, Ike, seorang advokat dan doktor hukum yang menaati serta mengerti hukum saja bisa dikriminalkan apa lagi para rakyat Indonesia lainnya yang masih awam”. 
Kamaruddin turut menyampaikan bahwa “Pihak pengembang ini acuh dengan kemenangan lke dan enggan melaksanakan hukuman yang telah ditetaphan oleh Mahkamah Agung RI. Pengembang seakan-akan lebih berkuasa ketimbang negara, Aturan maupun putusan hukim negara yang berlaku ini tidak dipedulikan dan dijalankan, Apabila tidak mau menaati aturan negara im, mending keluar dari negara ini saja!” tegasnya.
Oleh karena itu, kepolisian sebagai penegak hukum garda terdepan harus mengevaluasi kembali perkara ini untuk dihentikan karena proses penctapan tersangka ini keliru besar. Yang salah bukanlah pembeli, melainkan pihak pengembang. Rentetan ketidakadilan yang didapatkan oleh Ike seharusnya membuat frustasi para aparatur penegak hukum. Ike selaku korban yang tidak bersalah justru terus-terusan dipermainkan dan ditindas oleh kebengisan para penguasa. Bukankah seharusnya kepolisian membela pihak yang benar, bukan membela pihak yang dapat mempermainkan dan menvalahi hukum. Untuk itu, kepolisian harus segera mengusut tuntas serta mengevaluasi perkara ini guna dihentikannya laporan yang merugikan korban serta menciderai hukum Indonesia.

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Hukum

Sidang Lanjutan Kasus Pembunuhan Oknum TNI, Praka RM Dan Kawan-Kawan di Tuntut Hukuman Mati

Published

on

By

(Puspen TNI). Sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh para terdakwa Praka RM, Praka HS dan Praka J terhadap Imam Masykur digelar secara terbuka untuk umum dengan agenda persidangan pembacaan tuntutan oleh Oditur Militer di Ruang Sidang Garuda, Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Jalan Raya Penggilingan 7 Cakung, Jakarta Timur, Senin (27/11/2023).

Pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Praka RM, HS dan J oleh Oditur Militer Letkol Chk Upen Jaya Supena, S.H., dan Letkol Laut (KH) I Made Adnyana, S.H. Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Ketua Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto, S.H., Hakim Anggota Letkol Chk Idolohi, S.H., dan Hakim Anggota Mayor Kum Aulisa Dandel, S.H., dan Penasehat Hukum para terdakwa antara lain: Mayor Chk Manang, S.H., Kapten Chk Budianto, S.H., Lettu Chk Amril Harahap, S.H.

Adapun tuntutan terhadap para terdakwa yang di bacakan oleh Oditur Militer antara lain: Pertama, motif ekonomi; Kedua, hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa bertentangan dengan undang-undang, perbuatan terdakwa melanggar Sapta Marga butir 2 “Tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan”, dan 8 Wajib TNI butir 6 “Tidak sekali-kali merugikan rakyat” dan butir 7 “Tidak sekali-kali menakuti dan menyakiti hati rakyat”; Ketiga, perbuatan para terdakwa telah mencemarkan nama baik kesatuan. Bab-bab perbuatan para terdakwa jauh dari rasa kemanusiaan dan tidak manusiawi karena telah sampai hati melakukan pembunuhan, dan perbuatan terdakwa meninggalkan luka yang mendalam bagi orang tua korban, hal-hal yang meringankan nihil,” tegas Oditur Militer.

Lebih lanjut dikatakan Oditur Militer menyampaikan bahwa para terdakwa bersalah, “Para terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 (1) dan telah bersama-sama melakukan penculikan sebagai mana diatur dan diancam dalam Pasal 32 KUHP jo Pasal 55 (2) 1, 2, agar Majelis Hakim menentukan hukuman kepada para terdakwa berupa: Terdakwa 1 (RM) dengan pidana pokok pidana mati, pidana tambahan di pecat dari Dinas Militer cq. TNI AD. Terdakwa 2 (HS) dengan pidana pokok pidana mati, pidana tambahan di pecat dari dinas militer cq. TNI AD. Terdakwa 3 (J) dengan pidana pokok pidana mati, pidana tambahan di pecat dari dinas militer cq. TNI AD.” ucapnya.

Selesai Oditur Militer membacakan tuntutannya, maka Hakim Ketua memerintahkan kepada para terdakwa untuk berbicara dengan Penasehat Hukum, apakah akan mengadakan pledoi (pembelaan). Setelah itu Hakim Ketua memutuskan sidang selanjutnya pada bulan Desember, “Sidang akan dilanjutkan pada hari Senin, 4 Desember 2023, dengan mendengarkan pledoi Penasehat Hukum,” pungkasnya.

Selanjutnya petugas membawa keluar para pelaku dibawah pengawalan petugas Polisi Militer dan para terdakwa tetap ditahan di Pomdam Jaya.

Turut hadir Ny. Putri Rumantir mewakili Hotman Paris Hutapea, wakil masyarakat Aceh/keluarga Bapak Sudirman Anggota DPR RI.

tniprima

tnipatriotnkri

nkrihargamati

tnikuatrakyatbermartabat

Autentikasi:Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Laut (P) Agung Saptoadi

Continue Reading

Hukum

Kuasa Hukum Dr. Ike Farida Meminta Kejelasan Sekaligus Dukungan dari Pemerintahan.

Published

on

By

Fokusindonesia.com, Jakarta, Tak henti-hentinya PT Elit Prima Hutama anak perusahaan pengembang ternama Pakuwon Group mencari cara agar Dr. Ike Farida tidak bisa menggunakan haknya untuk menempati unit apartemen yang telah dibelinya dengan cara mematikan aliran listrik dan air di unit milik Ike tanpa dasar. Dimana setelah lebih dari 1 dekade berlalu sejak Dr. Ike Farida melunasi 1 unit apartemen Casa Grande Residence, unit apartemen baru diterima Ike setelah 12 tahun menempuh proses panjang dimeja hijau bertarung dengan pengembang asal surabaya yang dipimpin Alexander Stefanus Ridwan. Setelah memenangkan seluruh persidangan di Mahkamah Agung, Peninjauan Kembali, Mahkamah Konstitusi, gugatan perlawanan dan lainnya, Akhirnya, pada 25 Oktober 2023 lalu, secara mengejutkan pengembang menyerahkan kunci dan kartu akses unit apartemen Dr. Farida kepada PN Jaksel sehari sebelum dilakukan eksekusi paksa.

Namun ketika unit baru sehari ditempati, secara tiba-tiba aliran listrik dan air diputus sepihak oleh pengelola apartemen Casa Grande tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu saat fasilitas sedang digunakan. Ketika dikonfirmasi ke pengelola apartemen, bertemu dengan perwakilannya bernama Citra dan Adam mereka menyampaikan pemadaman listrik dan air atas instruksi dari legal PT Pakuwon. Namun ketika diminta untuk menyalakan listrik dan air mereka menolak dan tidak memberikan jawaban pasti kenapa dan prosedur apa sebagai penghuni baru yang harus pihak Dr Ike Farida lakukan. Lebih jelas dapat ditonton pada link berikut ini https://www.youtube.com/live/tHqFeG0KsEg?si=S_5JTpKMdIzlujYY

Menyikapi kesewenang-wenangan pengelola dan pengembang Apartemen Casa Grande, sebagai penghuni yang beritikad baik, Kuasa hukum Dr. Ike Farida meminta kejelasan sekaligus dukungan dari pemerintahan. Melalui wewenangnya, Pemprov DKI Jakarta akhirnya bersedia menjembatani mediasi antara Dr. Ike Farida dan PT EPH. Mediasi Pertama sesuai undangan untuk hadir pada Kamis, 16 November 2023 dijadwalkan ulang pada 24 November 2023 sesuai dengan permintaan Stefanus Ridwan. Namun, pihak PT EPH kembali mangkir dari tanggung jawabnya padahal jadwal mereka yang minta parahnya lagi-lagi meminta dijadwalkan ulang pada Kamis, 30 November 2023. Alasannya Stefanus Ridwan akan hadir langsung pada mediasi tersebut.

Kamaruddin Simanjuntak, S.H. selaku tim Kuasa hukum Ike menyampaikan kekesalannya atas mangkirnya PT EPH pada proses mediasi untuk yang kedua kalinya. “Pada mediasi 16 November lalu, kami telah paparkan kesewenangan pengembang terhadap klien saya, saat itu PT EPH berhalangan hadir dan meminta perubahan tanggal mediasi menjadi 24 November namun tetap saja tidak hadir, ini tanggal dan jam sudah sesuai keinginan mereka tapi lagi-lagi Stefanus Ridwan beralasan tidak bisa memenuhi panggilan mediasi. Dari sini sudah terlihat bahwa tidak ada itikad baik dari PT EPH” ujar Kamaruddin di Kantor Dinas Perumahan Rakyat Dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta, Jumat (24/11/2023).

Setelah itu Putri Mega Citakhayana, S.H. selaku tim Kuasa hukum Dr. Ike Farida menjelaskan kerugian akibat diputusnya listrik dan air selama 1 bulan yang diderita oleh Dr. Ike Farida. “Kerugian atas pemadaman air dan listriknya saja sudah lebih dari 90 juta rupiah, karena setiap hari itu dapat disewakan di kisaran 3 sampai 4 juta rupiah per unit, untuk Dinas Perumahan tolong di beri sanksi yang tegas kepada PT. EPH karena telah 2 kali mangkir pada panggilan mediasi, kemudian untuk PT. EPH kalau tidak bisa datang, ya diwakilkan atau tertulis saja, kenapa harus membuang-buang waktu kami. kata Putri di lokasi yang sama.

Sebelumnya, ulah pengelola tersebut juga telah menjatuhkan korban dimana seorang wartawan yang meliput kasus ini pingsan karena kehabisan oksigen setelah berkunjung ke unit apartemen terkait adanya pemutusan air dan listrik yang menyita perhatian publik. Kemudian Putri menuturkan, berdasarkan Pasal 102 C Peraturan Gubernur No. 133/2019 yang mengatur bahwa pengelola ataupun pengembang tidak boleh mematikan unit apartemen dengan alasan apapun kecuali tidak bayar Iuran Pengelolaan (IPL).“Pengelola mematikan fasilitas listrik dan air tanpa memberikan informasi apapun sementara tagihan pun tidak ada, kami nanya bayar kemana juga tidak di jawab, justru mereka (pengelola) menghindar terus” kata Putri.

Menganggapi itu, Kuasa Hukum Dr. Ike Farida menyampaikan sejumlah poin yang menjadi permasalahan kepada pihak Pemprov DKI Jakarta dan Sudin Jaksel. Tinjauan dan teguran yang seharusnya sudah diberikan kepada PT EPH berupa sanksi administratif juga pencabutan ijin merujuk pada peraturan diantaranya; Pergub 132/2018 dan Pergub 70/2021 dan UU No. 20 Tahun 2011 terlebih lagi Pihak Pemprov DKI Jakarta dalam mediasi menyampaikan bahwa seluruh tower avalon belum ada SHMSRS (Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun) yang seharusnya sudah diberikan kepada seluruh penghuni Tower Avalon Casa Grande.

Pantaslah ada dugaan kuat belum dibentuknya P3SRS/PPRS Apartemen Casa Grande Residence. Siapa yang mau jadi anggota Persatuan Perhimpunan Penghuni Apartemen jika Sertifikat kepemilikan saja belum jadi-jadi?

Mengetahui pelanggaran yang dilakukan PT. EPH, kuasa hukum Dr Ike Farida menyampaikan langkah-langkah yang perlu diambil oleh Dinas Perumahan dan Pemerintahan antara lain:

  1. Mengembalikan hak-hak dasar Dr. Ike Farida dan penghuni lainnya berupa fasilitas dasar dan sertifikat kepemilikan unit
  2. Membentuk tim penyelesaian permasalahan Rusun;
  3. Melakukan pengawasan dan inspeksi atas kewajiban pengembang terhadap hak Pemilik;
  4. Peringatan tertulis, pemberian sanksi, dan pencabutan ijin kepada pengelola nakal seperti PT EPH;
  5. Memerintahkan kepada PT EPH untuk menyerahkan SHMSRS;
  6. Memerintahkan Pengembang seperti PT. EPH untuk membentuk P3SRS/PPRS;
  7. Mengeluarkan rekomendasi kepada OJK untuk melakukan delisting (status PT Tbk
    menjadi Tertutup);
  8. Hingga pada pencabutan ijin operasi.

Kuasa hukum Dr. Ike Farida berharap agar Dinas Perumahan dan permukiman Provinsi DKI Jakarta dapat menegakkan hukum, segera memberikan sanksi dan teguran keras kepada pengelola dan pengembang Apartemen Casa Grande untuk segera menyalakan listrik dan air dan kewajiban lainnya selaku pengembang.(TIM AWI)

Continue Reading

Hukum

Korban Asuransi WanaArtha Kembali Menghadiri Sidang Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action)

Published

on

By

Fokusindonesia.com, Jakarta – Ratusan Korban Asuransi WanaArtha kembali menghadiri sidang gugatan perwakilan kelompok (Class Action) dengan nomer perkara 609/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst dan pihak yang tergugat adalah Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kejaksaan RI, dan Wanaartha Life di Pengadilan Negeri Jakarta pusat, Selasa, 21 November 2023.

Agenda sidang class action yang ke lima yakni pemeriksaan legal standing dari perwakilan dari Wall Invest (WI) dan dari Asuransi Gandi.

Dr. Hendrik.E.Purnomo SH.MH Sekretaris Jendral (Persatuan Advokat Indonesia) PERADIN mengatakan mengugat satu Kementerian Keuangan, OJK, Kejaksaan dan yang tergugat 4 adalah terlepas dari PT WanaArtha Life (WAL) hadir atau tidak, majelis hakim sudah menyatakan bahwa persidangan di lanjutkan.

“Sebenarnya kalau ini tumpang tindih daripada kewenangan ya, bahwa OJK mempunyai kewenangan untuk menyelidiki, ternyata mereka sendiri tidak mampu mencapai untuk memulangkan dari pada pelaku,” kata Basuki dalam temu media

Sementara dari Bareskrim tidak ada kewenangan untuk itu, karena sudah ada di akomodir dalam undang undang OJK yang Antara 2 Institusi.

“Dari OJK sebenarnya hadir, tapi hari ini dari para tergugat 1 2 3 itu belum ada statement yang disampaikan, tapi ada unek unek dari dari para korban yang ditujukan kepada OJK yang meluapkan isi hati sebetulnya,” kata dia

Ia mengatakan optimis bahwa ini akan berhasil, karena dasar-dasar hukum yang di ajukan ketentuannya seperti itu. “Nah jadi mudah mudahan ya kalau secara optimis tim kami dari PERADIN pasti kita akan memenangkan kasus ini, ” ucapnya.

Jadwal sidang class action berikutnya pada 5 Desember 2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan legal standing Aron sebagai perwakilan dari wahana arta imbas tanggapan atau jawaban dari para tergugat. (Sum)

Continue Reading

Trending