Connect with us

Hukum

Ratusan Lansia Korban Asuransi WanaArtha Desak Keadilan: “Kami Dirampok di Negara Sendiri!”

Published

on

Fokusindonesia.com, Jakarta – Ratusan korban asuransi WanaArtha kembali menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa, 13 Agustus 2024. Pihak tergugat yang hadir dalam persidangan ini adalah Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kejaksaan RI, dan WanaArtha Life.

Dalam sidang tersebut, OJK dan Kejaksaan RI menyatakan akan membawa saksi dan ahli untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Hakim memberi waktu kepada OJK dan Kejaksaan RI selama satu minggu setelah persidangan, yakni 20 Agustus 2024, untuk menghadirkan saksi dan ahli mereka. Hakim juga menegaskan bahwa jika saksi dan ahli tidak hadir pada tanggal yang telah ditentukan, maka keterangan mereka akan ditinggalkan, dan persidangan akan dilanjutkan ke tahap berikutnya pada tanggal 27 Agustus 2024 untuk mendengarkan saksi berikutnya.

Seorang lansia yang menjadi korban, Roslin menyampaikan harapannya di depan media, “Hari ini saya mau minta keadilan buat kami semua yang sudah tua. Masalah ini sudah berlanjut dari 4 tahun tanpa keadilan. Kami warga negara Indonesia minta keadilan karena masalah ini menghancurkan hidup kami. Saya bekerja sejak muda hingga hari ini, mengurus orang meninggal, menjaga orang di rumah sakit, hingga jadi pembantu. Kami mohon pertolongan, terutama bagi para lansia. Nasib kami seharusnya lebih baik di negara yang sudah merdeka ini,” katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa, 13 Agustus 2024.

Korban WarnaArtha lainnya, Darmadi menekankan pentingnya kepercayaan pada institusi yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Kita hidup di negara yang mempunyai hukum. Kami percaya pada institusi yang diakui oleh OJK, tempat kami menabung hasil kerja bertahun-tahun untuk masa tua. Namun, dari 4 tahun ini, WarnaArtha telah membuat banyak masalah bagi nasabahnya. Kami berjuang sejak 2020, memperjuangkan keadilan bagi para lansia yang sakit dan meninggal tanpa bisa berobat. Semoga Hakim memberikan keadilan dalam keputusan ini,” ungkap Darmadi dengan penuh harap di lokasi yang sama.

Di sisi lain, Lusianalu, yang ibunya juga menjadi korban, meminta perhatian langsung dari Presiden RI. “Mama saya nasabah WarnaArtha, umurnya sudah 76 tahun. Pak Presiden, kami minta dengan hormat, perhatikan nasib kami. Banyak orang tua yang sudah berjuang di pengadilan hingga meninggal dunia. Kami dirampok di negara kami sendiri. Kami meminta kepada Presiden, Hakim, Bareskrim, dan siapapun yang berwenang untuk menangani kasus ini. Kembalikan uang kami, tangkap Evelyn yang sekarang buronan di Amerika. Kami mohon sangat untuk bantu kami,” katanya di lokasi yang sama.

Hingga saat ini, kasus WarnaArtha masih menjadi sorotan publik. Korban yang mayoritas adalah lansia, berharap agar keadilan segera ditegakkan dan mereka mendapatkan kembali hak-hak mereka yang hilang. Para korban juga mendesak pihak berwenang untuk menangkap pelaku utama yang diduga kini berada di Amerika Serikat, dan segera mengembalikan uang mereka yang dirampas.

Ketua Umum Perkumpulan Advokat Indonesia (PERADIN), Assoc. Prof. Dr. Firman Wijaya, S.H., M.H., tim kuasa hukum menyoroti pentingnya mempercepat proses pengajuan saksi dan ahli, yang diimbangi dengan desakan untuk memulihkan hak-hak para pemegang polis secepatnya.

“Tadi tim kuasa hukum mempersoalkan jangan berlama-lama mengajukan saksi dan ahli, itu hak, tapi yang jauh lebih prioritas adalah pemulihan hak pemegang polis. Karena ini menyangkut kepercayaan terhadap institusi peradilan dan juga kepercayaan terhadap dunia polis,” ujarnya. Prof. Firman juga memuji responsivitas dan objektivitas majelis hakim dalam menampung kepentingan para pihak. Namun, ia mengingatkan agar proses hukum tidak menjadi berlarut-larut.

Lebih lanjut, Prof. Firman menekankan bahwa keputusan yang cepat sangat penting dalam kasus ini, mengingat banyaknya pemegang polis yang bergantung pada hak mereka untuk kebutuhan akademis. “Keputusan yang cepat sangat penting, dan para tergugat harus memahami keadaan ini. Dunia pendidikan juga harus mendapatkan perlindungan yang wajar dalam kasus pemegang polis ini,” tuturnya di lokasi yang sama.

Ia juga menegaskan risiko yang dihadapi dunia asuransi jika masalah ini tidak segera diselesaikan. “Yang paling berbahaya adalah kepercayaan kepada dunia asuransi. Satu-satunya jalan adalah melalui keputusan ini untuk memulihkan kepercayaan tersebut,” tuturnya.

Sidang ini diharapkan dapat segera memberikan keputusan yang adil, serta memulihkan hak-hak para pemegang polis demi menjaga kepercayaan terhadap sistem peradilan dan industri asuransi di Indonesia.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2024 FokusIndonesia.com All right reserved